Kamis, 07 November 2024

pembangunan indonesia dari masa ke masa

pembangunan indonesia dari masa ke masa

nama presiden:soekarno
masa menjabat:dari 17 agust 1945 -1967


a.orde lama

1.profil pemerintahan

-nama kabinet:
Pada masa Orde Lama di Indonesia, terdapat beberapa kabinet yang silih berganti dibentuk oleh Presiden Sukarno. Berikut adalah kabinet-kabinet utama pada masa itu:

1. Kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS) (1949-1950)
Dibentuk setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada 1949, saat Indonesia menjadi negara serikat.


2. Kabinet Natsir (1950-1951)
Kabinet parlementer pertama di Indonesia setelah RIS kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.


3. Kabinet Sukiman (1951-1952)
Kabinet ini berfokus pada peningkatan keamanan dalam negeri.


4. Kabinet Wilopo (1952-1953)
Kabinet ini menghadapi beberapa permasalahan ekonomi dan politik, termasuk aksi mogok petani dan masalah keamanan.


5. Kabinet Ali Sastroamidjojo I (1953-1955)
Kabinet yang terkenal dengan program pembangunan ekonomi lima tahun pertama.


6. Kabinet Burhanuddin Harahap (1955-1956)
Bertugas mengadakan pemilihan umum pertama di Indonesia pada tahun 1955.


7. Kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956-1957)
Kabinet yang berusaha meredakan konflik di dalam negeri, terutama separatisme daerah.


8. Kabinet Djuanda (1957-1959)
Disebut juga "Kabinet Karya," bertujuan memperkuat stabilitas ekonomi dan keamanan. Kabinet ini adalah kabinet terakhir dalam sistem parlementer.


9. Kabinet Gotong Royong (1959-1966)
Setelah Dekret Presiden 5 Juli 1959, Indonesia kembali ke UUD 1945, dan kabinet ini bertugas pada masa Demokrasi Terpimpin hingga berakhirnya Orde Lama.



Kabinet-kabinet tersebut menggambarkan perubahan politik yang dinamis di Indonesia saat itu, dengan beragam tantangan seperti konflik internal, situasi ekonomi yang sulit, serta berbagai upaya konsolidasi pemerintahan.



-bagaimana keadaan negara pada masa orde lama:
Pada masa Orde Lama (1945-1966) di bawah kepemimpinan Presiden Sukarno, keadaan Indonesia dipenuhi oleh dinamika politik, ekonomi, dan sosial yang signifikan. Berikut adalah beberapa ciri dan tantangan utama pada masa Orde Lama:

1. Instabilitas Politik
Indonesia mengalami ketidakstabilan politik karena seringnya pergantian kabinet dan munculnya perbedaan pandangan antara kelompok-kelompok politik, termasuk partai nasionalis, agama, dan komunis. Sistem politik parlementer saat itu menyulitkan konsolidasi kekuasaan, dan akhirnya Sukarno membubarkan sistem parlementer dan beralih ke Demokrasi Terpimpin pada 1959 melalui Dekret Presiden.


2. Demokrasi Terpimpin
Setelah Dekret Presiden 5 Juli 1959, Sukarno menerapkan Demokrasi Terpimpin, yang bertujuan memperkuat stabilitas politik dengan mengurangi peran partai politik dan memusatkan kekuasaan pada presiden. Demokrasi Terpimpin juga diwarnai oleh gagasan "Nasakom" (Nasionalis, Agama, dan Komunis) sebagai upaya menyatukan berbagai ideologi di Indonesia.


3. Ketegangan Ideologi dan Pengaruh Komunis
Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi sangat kuat dan berpengaruh pada masa Orde Lama, terutama setelah Sukarno mengadopsi Nasakom. Pengaruh komunis yang semakin besar menciptakan ketegangan dengan kelompok-kelompok lain, termasuk TNI Angkatan Darat dan organisasi-organisasi agama. Ketegangan ini akhirnya memuncak dalam Peristiwa G30S pada 1965.


4. Konflik dan Separatisme
Setelah kemerdekaan, banyak wilayah di Indonesia, seperti Aceh, Sulawesi Selatan, dan Papua, mengalami gerakan separatis. Pemerintah Orde Lama menghadapi konflik-konflik ini dengan operasi militer dan diplomasi untuk menjaga keutuhan wilayah Indonesia.


5. Krisis Ekonomi dan Hiperinflasi
Ekonomi Indonesia mengalami banyak masalah, termasuk rendahnya produksi, ketergantungan pada impor, dan hutang luar negeri yang besar. Krisis ekonomi diperparah dengan hiperinflasi, yang mencapai lebih dari 600% pada awal 1960-an, sehingga rakyat kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.


6. Konfrontasi dengan Malaysia
Pada 1963, Indonesia mengadakan konfrontasi dengan Malaysia sebagai bentuk penolakan terhadap pembentukan Federasi Malaysia yang dianggap sebagai proyek neo-kolonialisme Inggris. Konfrontasi ini membebani ekonomi dan menciptakan ketegangan diplomatik dengan negara-negara Barat.


7. Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial masyarakat penuh dengan semangat anti-kolonialisme dan nasionalisme yang tinggi. Banyak program-program pemerintah yang berfokus pada pencerdasan bangsa, seperti pembentukan Manipol-Usdek (Manifesto Politik-Undang-Undang Dasar Sementara), yang menekankan ideologi nasionalis dan sosialisme ala Indonesia.


8. Peristiwa G30S 1965 dan Akhir Orde Lama
Pada 30 September 1965, terjadi peristiwa berdarah yang dikenal sebagai Gerakan 30 September (G30S), yang diduga melibatkan PKI dan mengakibatkan pembunuhan sejumlah perwira tinggi TNI Angkatan Darat. Peristiwa ini memicu tindakan pembersihan terhadap PKI dan simpatisannya serta membawa Jenderal Soeharto ke panggung politik. Setelah itu, Sukarno kehilangan pengaruhnya, dan pada 1966, Orde Lama berakhir dengan terjadinya perpindahan kekuasaan ke Soeharto, yang kemudian memulai Orde Baru.



Secara keseluruhan, Orde Lama adalah masa penuh tantangan dan gejolak, yang memengaruhi segala aspek kehidupan bernegara di Indonesia dan menciptakan dasar untuk transisi menuju Orde Baru di bawah pemerintahan Soeharto.


-sistem pemerintahan negara:
Pada masa Orde Lama (1945-1966), sistem pemerintahan di Indonesia mengalami beberapa perubahan yang signifikan. Berikut adalah beberapa periode penting dalam sistem pemerintahan negara pada masa Orde Lama:

1. Sistem Presidensial (1945-1949)
Setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia mengadopsi sistem pemerintahan presidensial berdasarkan UUD 1945. Presiden memiliki kekuasaan eksekutif yang kuat dan sekaligus berperan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Namun, karena adanya berbagai tekanan dan tantangan, termasuk agresi militer Belanda, sistem pemerintahan ini tidak berjalan lama.


2. Sistem Parlementer dalam Negara Federal (1949-1950)
Pada 27 Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, dan Indonesia menjadi negara serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Sistem pemerintahan berubah menjadi sistem parlementer, di mana perdana menteri memegang kekuasaan eksekutif, sementara presiden lebih berperan sebagai kepala negara tanpa kekuasaan eksekutif. Namun, karena ketidakpuasan rakyat dengan sistem federal, Indonesia segera kembali ke negara kesatuan.


3. Sistem Parlementer dalam Negara Kesatuan (1950-1959)
Pada 17 Agustus 1950, Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan mengadopsi UUD Sementara 1950 (UUDS 1950). Sistem pemerintahan parlementer tetap diterapkan, dengan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan dan presiden sebagai kepala negara. Pada masa ini, terdapat banyak pergantian kabinet karena ketidakstabilan politik. Pemerintahan menjadi tidak efektif, karena adanya konflik kepentingan antara partai-partai yang membentuk koalisi.


4. Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Ketidakstabilan politik dalam sistem parlementer memunculkan dorongan untuk kembali ke sistem presidensial. Pada 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekret Presiden yang membubarkan Konstituante dan kembali memberlakukan UUD 1945. Dengan UUD 1945 kembali berlaku, sistem pemerintahan berubah menjadi presidensial, namun dijalankan dengan konsep Demokrasi Terpimpin.
Ciri utama Demokrasi Terpimpin adalah:

Pemusatan kekuasaan pada Presiden Sukarno, yang berperan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

Pembentukan kabinet yang disebut Kabinet Gotong Royong, di mana partai-partai politik tidak memiliki peran besar dalam pembentukan kebijakan.

Konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme), yang dipopulerkan oleh Sukarno sebagai cara menyatukan kekuatan nasionalis, agama, dan komunis untuk mendukung pemerintahannya.

Pembatasan kebebasan berpolitik dan pengaruh yang besar dari Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam pemerintahan.


Demokrasi Terpimpin berlangsung hingga 1966, ketika kondisi politik tidak stabil akibat persaingan antar-kelompok ideologi yang memuncak pada Peristiwa G30S pada 1965. Setelah itu, kekuasaan Presiden Sukarno melemah, dan Orde Lama berakhir pada 1966, digantikan oleh Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.



Pada dasarnya, sistem pemerintahan pada masa Orde Lama beralih dari sistem presidensial ke parlementer, lalu kembali ke presidensial dengan karakteristik Demokrasi Terpimpin yang memusatkan kekuasaan pada Presiden Sukarno.


2.proses pembangunan yg sudah dilakukan pada masa orde lama:
Pada masa Orde Lama, meskipun banyak menghadapi tantangan politik dan ekonomi, pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Sukarno tetap berupaya melakukan berbagai program pembangunan. Berikut adalah beberapa proses pembangunan yang dilakukan pada masa Orde Lama:

1. Program Pembangunan Lima Tahun
Pemerintah pada masa Orde Lama mulai merencanakan Program Pembangunan Lima Tahun (Pelita) sebagai panduan untuk pembangunan nasional. Kabinet Ali Sastroamidjojo I (1953-1955) adalah kabinet yang pertama kali menggagas program ini dengan prioritas di bidang ekonomi dan industri. Namun, program ini menghadapi kendala karena ketidakstabilan politik dan keterbatasan anggaran.


2. Konferensi Asia-Afrika (1955)
Meskipun bukan secara langsung program pembangunan ekonomi, Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada tahun 1955 merupakan salah satu upaya besar Sukarno untuk memperkuat posisi Indonesia di dunia internasional. Konferensi ini berhasil membangun solidaritas negara-negara Asia dan Afrika dalam menentang imperialisme dan kolonialisme, serta meningkatkan posisi diplomatik Indonesia di dunia internasional.


3. Nasionalisasi Perusahaan Asing
Pada akhir 1950-an, pemerintah Orde Lama melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan Belanda yang masih beroperasi di Indonesia. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan ekonomi terhadap asing dan meningkatkan kontrol Indonesia atas sumber dayanya. Banyak aset dan perusahaan Belanda di bidang perkebunan, perbankan, dan perdagangan diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Meski begitu, nasionalisasi ini menimbulkan tantangan dalam hal pengelolaan, karena kekurangan tenaga ahli dalam negeri.


4. Proyek Mercusuar
Di bawah Demokrasi Terpimpin, Sukarno mendorong proyek-proyek besar yang disebut Proyek Mercusuar. Proyek ini bertujuan untuk menunjukkan prestasi besar Indonesia dan meningkatkan kebanggaan nasional. Contohnya adalah:

Monumen Nasional (Monas) di Jakarta, sebagai simbol perjuangan bangsa.

Gelora Bung Karno di Senayan untuk mendukung penyelenggaraan Asian Games 1962 di Jakarta.

Hotel Indonesia, Masjid Istiqlal, dan Jembatan Semanggi sebagai bagian dari pembangunan infrastruktur di Jakarta.


Proyek-proyek ini memang membantu pembangunan infrastruktur, tetapi juga memakan biaya besar yang berdampak pada ekonomi negara.


5. Penyelenggaraan Asian Games 1962
Pada tahun 1962, Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games. Ini adalah salah satu langkah besar Indonesia dalam pembangunan fasilitas olahraga dan pengembangan reputasi Indonesia di Asia. Untuk menyukseskan event ini, pemerintah membangun kompleks olahraga Gelora Bung Karno dan infrastruktur pendukung lainnya.


6. Rencana Ekonomi Benteng (1950-an)
Rencana Ekonomi Benteng adalah kebijakan yang bertujuan untuk memberdayakan pengusaha pribumi. Pemerintah memberikan berbagai kemudahan seperti bantuan kredit dan lisensi impor kepada pengusaha pribumi agar mereka dapat bersaing dengan pengusaha asing. Namun, kebijakan ini kurang berhasil karena banyak pengusaha pribumi yang belum siap atau tidak berpengalaman dalam mengelola bisnis.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar

informatika